Widget HTML #1

Menyedot Pengunjung Dengan Live Music

Artikel ini akan membahas seputar live music. Berbagai artis dari mancanegara datang bergiliran untuk konser di Indonesia. Walau harga tiket dibandrol dengan harga yang cukup mahal, tetap saja laris bak kacang goreng.

Contohnya adalah harga tiket Rod Stewart yang berada di rentang harga mulai dari Rp 1,5 juta sampai Rp 15 juta. Toh tetap saja laris manis terjual. Entah mungkin karena di Indonesia sudah banyak orang yang mapan sehingga live music pun menjadi hiburan yang dilirik.

Menyedot Pengunjung Dengan Live Music

Memang mendengarkan musik dari musisinya langsung memiliki sensasi yang berbeda ketimbang mendengarkan dari radio, kaset, CD ataupun MP3. Beda lokasi, beda artis tentu beda pulalah pangsa pasarnya. Walaupun memang tak menutup kemungkinan ada artis yang menjangkau kalangan dari berbagai usia, seperti konser Katty Perry di Sentul Convention Center memberikan atraksi live music yang lebih enerjik dibandingkan saat Rod Stewart konser di Jakarta International Convention Center.

Beda lagi dengan konser Justin Bieber yang diadakan di Sentul Convention Center pada April 2011. Rata-rata penonton konser Justin Bieber lebih didominasi oleh remaja putri. Alasan mereka menonton mungkin berbeda dengan orang-orang yang ingin merasakan sensasi merasakan live music, namun lebih ke obsesi ingin bertemu dengan sang artis idola secara langsung.

Live music adalah suatu pertunjukan musik yang disajikan langsung di depan penonton. Pertunjukan tersebut dapat berupa konser megah, maupun sekadar jamming di café, talk show atau mal. Live music ini tidak selalu harus dibawakan oleh sang artis aslinya. Tetapi, dapat juga dilakukan oleh tribute band. Contohnya adalah Band G Pluck yang merupakan tribute band The Beatles.

Di Indonesia, band Pearl Jam memiliki komunitas tersendiri. Kendati band tersebut belum pernah konser di Indonesia, namun setiap tahunnya komunitas Pearl Jam ID selalu merayakannya dengan mengadakan live music dengan performance dari tribute band.

Ada pun beberapa tribute band tersebut antara lain adalah Perfect Ten, Dankie Navicula, Silentium, Bittertone dan Mirror Ball. Mereka tampil bersama dalam acara Pearl Jam Nite yang diadakan pada 5 Juni 2010. Namun, pada Pearl Jam Night yang diadakan pada 4 Mei 2011, live music lagu-lagu Pearl Jam hanya dibawakan oleh Perfect Ten. Ada pun anggota-anggota Perfect Ten adalah Irsya (drummer), Ino (bass), Arie (gitar), Hasley (vokal) dan Nito (gitar).

Live Music di Café

Live music sepertinya menjadi hiburan wajib di suatu café. Jika tidak ada live music pada suatu café, maka dapat dikatakan café tersebut melakukan bunuh diri secara pelan-pelan. Terkadang justru pengunjung datang ke café bukan untuk makanan dan minumannya, namun hanya untuk menonton band yang mengisi live music di café tersebut. Salah satu contohnya adalah Perfect Ten yang menyerap pengunjung The Rock Café Kemang pada 4 Mei 2011 lalu, yang jelas terlihat pengunjung datang hanya untuk menghadiri acara Pearl Jam Night yang diisi oleh Tribute Band tersebut.

Acara live music di café tidak hanya diisi oleh tribute band. Untuk band-band non tribute seperti The Flowers, Slank, /rif, mereka sering kali melakukan performance di café-café. Kebangkitan The Flowers pada tahun 2010 dengan menelurkan album kedua mereka setelah vakum sekitar 15 tahun membuat mereka rajin mengisi live music di café-café untuk promosi album baru mereka tersebut.

Tajuk album kedua mereka tersebut adalah “Still Alive and Well”. Yup, mereka seperti mengatakan, bahwa tak terdengarnya kabar mereka melebihi satu dekade setelah kesuksesan album “17 Tahun ke Atas”, mereka masih hidup dan baik-baik saja.

Mengusung aliran rock yang terinspirasi dengan Black Crowes, maka The Flowers pun tampill di café-café yang bernuansa Rock seperti Hardrock Café, MU Café, dan it’s Borneo. Terus terang, saya masuk ke it’s Borneo saat itu memang hanya ingin melihat live music dari The Flowers yang manggung di ulang tahun band tersebut yang ke-16 pada tahun 2011, tepatnya 17 April.

Berbeda dengan café-café lain yang lebih mentereng seperti Fashion Café, Hardrock Café, dan MU Café, It’s Borneo tidak jadi satu dengan mal atau pusat perbelanjaan. Tidak juga mentereng megah seperti Rolling Stone Café. Tempatnya berupa rumah kecil bilangan Kemang. Bagi yang pertama kali ke sana, mungkin tidak bisa langsung menemukannya.

Dalam kesederhanaan It’s Borneo, begitu banyak musisi rock yang justru menjadikan tempat tersebut basis mereka, salah satu contohnya adalah /rif. Padahal tempatnya begitu sederhana. Bahkan terkadang listrik mati ketika band sedang tampil dalam live music. Tapi toh pengunjung tetap berdatangan, walaupun listrik kerap mati, mesin pembuat bir kerap rusak, bir disajikan tidak dingin. Namun daya tarik café tersebut jelas pada konsistensi live music genre rock.

Live Music di Mal

Bukan rahasia lagi, acara-acara televisi banyak yang mengadakan live music di mal-mal. Selain memang diselenggarakan oleh stasiun televisi, namun tak jarang mal-mal memang mengadakan acara live music demi menarik perhatian pengunjung jika yang tampil adalah artis-artis yang cukup lumayan terkenal. Biasanya ini diadakan pada perayaan-perayaan tertentu, misalnya Natal dengan artis yang menyanyikan lagu-lagu ceria Natal di acara live music.

Live music, memang selalu dapat menarik perhatian. Siapa sih yang tidak suka mendengarkan musik? Dengan adanya live music, penonton juga dapat merasakan lebih dekat atau merasakan langsung bagaimana rasanya untuk dekat dengan sang artis penyanyinya sendiri, bukan sekadar mendengarkan dari kaset atau CD, atau bahkan MP3.

Live Music di Convenience Store

Apa itu convenience store? Terkadang memang orang kurang bisa membedakan antara convenience store dengan minimarket. Hah, live music di tempat sejenis minimarket, kan sempit, bagaimana mungkin? Jangan salah, convenience store jelas berbeda dengan mini market. Seven Eleven, Bright dan Circle-K adalah termasuk convenience store, sedangkan Alfamart dan Indomaret tergolong sebagai minimarket.

Bedanya adalah dari sisi tempat dan ketersediaan barang. Minimarket memiliki ukuran lebih sempit namun barang yang dijual lebih beragam. Berbeda dengan convenience store yang menyediakan tempat nongkrong-nongkrong agar pelanggan dapat langsung mengonsumsi makanan atau minuman yang dibelinya.

Nah, Seven Eleven merupakan convenience store paling ramai di Indonesia karena memang sedang tren. Banyak remaja yang menjadikan tempat ini sebagai tempat nongkrong, karena di beberapa tempat memang tersedia koneksi data dengan WiFi secara gratis, dan tentu saja banyak topping-topping gratisan yang dapat ditambahkan pada makanan apa pun yang dibeli, seperti keju cair, sambal dan lain-lain.

Sementara, di tanggal-tanggal tertentu, Seven Eleven juga menyajikan acara live music di cabang-cabangnya secara bergilir. Di antaranya adalah band-band yang ada dalam L. A Light Indie Fest dan juga The Virgin pun pernah menampilkan aksi live music di Seven Eleven di Jalan Saharjo.

Live Music di Sarana Transportasi

Sempat terdahulu ada suatu joke mengenai kereta listrik kita, bahwa kereta di Indonesia adalah sarana transportasi paling murah di dunia. Ada tempat belanjanya, karena semua serba ada, mau jepit rambut, baju, peniti dan lain-lain. Bisa jadi café, karena ada yang jualan makanan dan minuman, tinggal panggil. Dan terakhir, ada live music juga! Tentu saja dengan berkeliarannya para pengamen yang tetap memaksakan diri berdesak-desakan sambil terus ngotot mendendangkan lagu. Pokoknya lengkap deh.

Tentu saja tidak hanya di kereta, live music berupa pengamen juga terdapat di bus kota, metromini dan kopaja, bahkan hingga ke angkutan kota. Memang bayangin ini jauh berbeda dengan live music di café-café. Tetapi jangan salah, tetap ada acara live music yang berkelas di sarana transportasi. Contoh nyata adalah kapal pesiar. Berapa banyak yang pernah nonton film Titanic dapat melihat contoh live music sebagai pusat hiburan yang mengiringi acara makan malam di suatu kapal pesiar.

Mang Aip
Mang Aip Semoga Hari Esok Menjadi Lebih Baik

Post a Comment for "Menyedot Pengunjung Dengan Live Music"